Sticky Sidebar

TRUE

Page Nav

HIDE

Grid

GRID_STYLE

Classic Header

{fbt_classic_header}

Top Ad

//

Berita:

latest

Wajah Suram Pendidikan Indonesia

Kegagalan Pendidikan Indonesia. Pendidikan merupan ruh kemajuan bangsa. Tidak ada kemajuan bagi suatu bangsa tanpa ditopang oleh pendidik...

Kegagalan Pendidikan Indonesia. Pendidikan merupan ruh kemajuan bangsa. Tidak ada kemajuan bagi suatu bangsa tanpa ditopang oleh pendidikan. Pendidikan juga merupakan satu strategi terpenting dalam mengokohkan visi misi perjuangan bangsa. Pendidikan yang dimaksud disini adalah segenap kekuatan pendukung yang dapat menjadikan bangsa menjadi lebih maju di berbagai sektor; sistem birokrasi pemerintahan akar rumput sampai atas, permasalahan ekonomi mikro sampai makro, pertahanan negara dalam hubungan lokal sampai internasional dan sebagainya.
Pendidikan yang mampu memajukan bangsa adalah pendidikan yang berakar pada budaya bangsa. Budaya bangsa merupakan bahan baku dalam pengembangan kurikulum kebangsaan. Slogan kearipan lokal semestinya harus ditinggalkan segera namun diganti dengan implementasinya yang realistis dan berkelanjutan. Setidaknya ada beberapa catatan penting dalam masa perjalanan bangsa Indonesia dalam penentuan kurikulum negeri tercinta ini.

1. Rekrutmen Pemangku Kebijakan Pendidikan

Kegagalan dalam persoalan pengembangan pendidikan di Indonesia berawal dari perekrutan pemangku kebijakan yang tidak memenuhi kualifikasi akademik. Pemangku kebijakan pendidikan yang seharusnya memiliki wawasan berkemajuan dan dapat mencerahkan pendidikan. Wawasan berkemajuan dalam arti ia senantiasa mengambil kebijakan yang mengukur masa depan pendidikan yang berkelanjutan tidak berdasarkan proyek sesaat dan bagi-bagi kue kekuasaan dalam masa kepemimpinannya. Tragedi perubahan nomenklatur pendidikan yang terjadi di negeri ini telah menguras banyak dana dan mempermainkan masyarakat kecil selaku pengikut kebijakan pendidikan. Arah pendidikan kita cenderung tidak tentu arah dikarenakan pemangku kebijakan yang tidak paham apa itu pendidikan.
Wawasan yang mencerahkan seharusnya dimiliki oleh pemangku kebijakan pendidikan juga. Hal ini dimaksudkan bahwa sangpemangku kebijakan harus memberikan peta pendidikan yang jelas dari segi kebermanfaatan pendidikan itu dalam konteks kebutuhan pasar. Tidak ada ilmu yang baik melainkan ilmu yang dapat diamanfaatkan di tingkat masyarakat. Pendidikan harus senantiasa memberikan solusi atas masalah-masalah di lingkungan sekitar dan pemerintahlah yang harus menjaga kebijakan itu agar para pemelajar dapat tersalurkan dengan tepat di tempat yang sesuai kompetensinya.
Kesalahan dalam proses rekrutmen dapat dilihat pula dengan adanya pengangkatan guru, kepala dinas pendidikan daerah maupun di tingkat kementrian, semuanya berbau suap dan duit. Kepala sekolah maupun kepala dinas yang tidak memiliki kualifikasi akademik yang cukup dipaksa untuk mendiami jabatan itu karena dekat secara politis dengan bupati, gubernur, atau dititipkan oleh anggota dewan. Ini realitas di hadapan kita hari ini. Begitu juga proses pengangkatan kepala sekolah yang dipatok sekian puluh jut bahkan ratus juta, merupakan setoran ke para birokrat dan politisi telah cukup memberikan tanda bahwa pendidikan kita makin hancur dan kacau. Pribadi-pribadi yang semestinya memberikan contoh baik bagi generasi emas bangsa ini justru para pendidik itulah manusia-manusia yang tidak terdidik.

2. Mental Kebangsaan Rendah

Faktor ke dua yang menyebabkan Kegagalan Pendidikan Indonesia ini adalah mental bangsa ini rendah. Dalam bahasa lain dapat dakatan bahwa perkembangan pola pendidikan di kita cenderung latah dan euforia. Latah dikatakan di sini bahwa semua kebijakan dan terminologi pendidikan selalu dikesankan bahwa baratlah yang maju dan kita tidak punya apa-apa. Pendekatan pembelajaran, metode pembelajaran, strategi pembelajaran maupun teknik pembelajaran selalu mengaaitkan bagaimana di dunia barat itu jauh lebih hebat dibandingkan dengan kita sehingga kita menelan tanpa mengunyah kebijakan aplikatif pendidikan barat. Sehingga kita terjangkit penyakit rendah nasionalisme karena tidak memiliki kejelasan visi misi pendidikan bangsa.
Kita lupa bahwa kehebatan teori yang disampaikan oleh para profesor luar negeri, di barat sana, tidaklah semua benar dapat diaplikasikan di negara kita yang memiliki ribuan bahkan ratus ribu budaya lokal yang sangat membutuhkan satu pendekatan dengan basis kearifan lokal dalam pengembangan pendidikan kita. Kita terlalu bangga dengan teori-teori barat dan kita telah abai sejarah pendidikan yang telah dicanangkah oleh nenek moyang kita.
Tengoklah KH. Hasyim Asy’ari dengan kesuksesan pendidikan karakternya yang dibangun dalam lingkup pesantren tradisional, kesantunan, tata krama dalam bertindak tutur dan bersahaja dalam kekayaan ilmu telah mencadi penciri pondok pesantren-pondok pesantren di negeri ini. Begitu juga KH. Ahmad Dahlan, kawan dekat KH. Hasyim Asyari, yang dengan strategi pendidikan formalnya telah melakirkan ribuan amal usaha di bidang pendidikan maupun kesehatan yang tetap istiqomah di bidang pengembangan kehidupan berkebangsaan yang tetap bercirikan kearifan lokal.
Begitu pula konsep pendidikan Ki Hajar Dewantoro dengan ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani, telah memberikan satu makna filosofis luar biasa bagaimana seorang pendidik dan pemelajar senantiasa menjadi subjek utama dalam penciptaan kemajuan pendidikan bangsa. Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh pendidikan di Indonesia yang telah menelurkan teori besar dan aplikatif yang dapat menjadi alternatif dalam pengembangan pendidikan di negeri tercinta ini. Sayang, kita abai dari sejarah-sejarah itu.

3. Kemesraan Politik dan Akademik

Faktor ketiga yang menyebabkan Kegagalan Pendidikan Indonesia ini adalah bercampurnya masalah-masalah politik kekuasaan dengan kebijakan pendidikan yang bersifat akademik. Politik kekuasaan memiliki perbedaan pendekatan dan strategi dengan pendekatan dan strategi akademik. Jika politik bersifat dinamis pragmatis tanpa batas, sementara pendidikan bersifat akademik objektif berlandaskan pada nilai-nilai luhur yang bertanggungjawab. Politisi sudah lumrah untuk bersikap plin-plan demi menjaga posisi dan kepentingannya di partai maupun birokrasi. Akan tetapi dalam hal akademisi, semua sikap yang ditunjukkan dan yang diaplikasikan harus berdasarkan referensi akademik yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik pula. Akademisi tidak bisa menggunakan logika dan retorika saja namun harus mengedepankan landasan hukum akademik, referensi akademik yang dituangkan dalam teori-teori pendidikan.
Bukti kegagalan dalam fase ini terlihat bagaimana ketika suatu lembaga pendidikan dipimpin oleh seorang yang nampak akademik namun mengambil kebijakan bak politisi, maka hancurlah lembaga tersebut. Politik praktis dan academic oriented bukanlah dua sisi yang harus dibuat mesra. Kebijakan pendidikan yang harus diambil oleh pemangku kebijakan pendidikan harus berdasarkan pendekatan pendidikan pula, akademik dan objektif. Akademik dan objektif ini menjadi ruh utama dalam pengembangan pendidikan. Beresiko memang,namun jika pemangku pendidikan tidak mendasarkan pengembangan pendidikan kepada nilai-nilai akademik objektif, dipastikan pendidikan itu dipolitisasi dan siap untuk tidak berkembang.
Dengan berkumpulnya organisasi-organisasi para pendidik dan pengajar, hari ini sangat terkesan politis. Bagaimana kekuatan dalam organisasi pendidikan itu dijadikan satu alat hanya untuk “menakut-nakuti” birokrat untuk kepentingan sang pucuk pimpinan organisasi semata. Sepertinya kita harus sadar dan menyadarkan lagi, bahwa ruh organisasi dalam pendidikan itu dibangun untuk semakin menguatkan penegakkan nilai-nilai pendidikan, pengawasan pelaksanaan kebijakan pendidikan, dan turut serta mengimplemntasikan kebijakan pendidikan tanpa terjebak dalam kubangan politik sesaat dan iming-iming manis jabatan sementara yang mengakibatkan pendidikan terabaikan, terputus dan tidak berkelanjutan secara program.
Indonesia hari ini butuh mereka yang tidak takut tidak mendapatkan jabatan ketika berbicara lantang tentang kebijakan pendidikan yang baik itu. Siap untuk menolak lobi politisi dan birokrasi jika suatu saat ditawari hanya untuk membeli ‘diam’ nya tidak bercerita tentang kebobrokan pendidikan negeri ini. Mari kita bermula di lembaga kita, di daerah kita sendiri membenahi untuk menopang perubahan pendidikan ke arah yang lebih baik di negeri ini.




Tidak ada komentar