Mursidin, M.Ag. # Guru Indonesia telah menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan n...
Mursidin, M.Ag. |
# Guru Indonesia telah menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan negara serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada UUD 1945, ikut bertanggung jawab untuk terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, guru-guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan cara mempedomani dasar-dasar sebagai berikut:
- Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
- Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
- Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
- Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
- Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
- Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
- Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
- Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
- Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Guru dalam pendidikan Islam sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional dalam menjalankan profesinya sebagai guru atau pendidik, ia perlu menjaga etiket dan kode etik profesinya. Kode etik guru merupakan norma-norma yang mengatur hubungan kemansiaan (relationship) antara pendidik dan peserta didik, kolega serta atasannya. Jabatan atau profesi guru mempunyai kode etik tertentu yang harus dikenal dan dilaksanakan oleh setiap guru. Bentuk dan jenis kode etik bisa saja tidak sama, tetapi secara intrinsik juga mempunyai kesamaan konten yang berlaku umum. Pelanggaran terhadap kode etik akan mengurangi nilai dan kewibawaan seorang guru.
Abd. Al-Amir Syams al-Din dengan mengutip pendapat dari Ibnu Jama’ah kemudian membagi etika guru sebagai kode etik yang harus dipatuhi atas tiga macam, yaitu:
Abd. Al-Amir Syams al-Din dengan mengutip pendapat dari Ibnu Jama’ah kemudian membagi etika guru sebagai kode etik yang harus dipatuhi atas tiga macam, yaitu:
- Kode etik yang terkait dengan dirinya sendiri. Setidaknya ada dua etika; pertama, mempunyai sifat keagamaan (diniyyah) yang baik seperti senantiasa taat pada syariat allah. Kedua, memiliki sifat akhlak yang mulia (akhlaqiyah) seperti; khusu, tawadhu, rendah hati, zuhud, ikhlas, qana’ah, pemaaf dan sebagainya.
- Kode etik yang terkait dengan peserta didik. Dalam hal ini guru setidaknya juga memiliki dua hal, yaitu; pertama, sifat sopan santun (adabiyah). Kedua, sifat yang memudahkan, menyelamat-kan dan menyenangkan (muhniyah).
- Kode etik yang terkait dengan proses belajar mengajar. Dalam hal ini guru harus mempunyai seni mengajar yang menyenangkan, sehingga anak didik tidak membosankan.
Imam al-Ghazali dalam merumuskan kode etik bagi profesi guru lebih berat dibandingkan rumusan kode etik yang diberikan kepada anak didik dalam rangka mencari ilmu pengetahuan, karena dalam kontek ini guru menjadi segala-galanya yang tidak hanya menyangkut keberhasilannya dalam menjalankan profesi keguruannya. Melainkan juga tanggung jawab-nya dihadapan Allah swt. Adapun kode etik guru yang dimaksud adalah:
- Menerima segala problem anak didik dengan hati dan sikap yang terbuka.
- Bersikap penyantun dan penyayang (Ali Imron: 159)
- Menjaga kewibawaan dan kehormatannya dalam bertindak.
- Menghindari dan menghilangkan sifat angkuh terhadap sesama (Najmu: 32).
- Bersifat merendah ketika menyatu dengan kelompok masyarakat (al-Hijr: 88)
- Menghilangkan aktivitas yang tidak berguna dan sia-sia.
- Bersifat lemah lembut dalam menghadapi anak didik yang rendah tingkat IQ¬ nya, serta membinanya sampai pada taraf maksimal.
- Meninggalkan sifat marah dalam menghadapi problem anak didiknya.
- Memperbaiki sikap anak didiknya, dan bersikap lemah lembut terhadap anak didik yang kurang lancar dalam berbicaranya.
- Meninggalkan sifat yang menakutkan pada anak didik yang belum mengerti dan memahami.
- Berusaha memperhatikan pertanyaan anak didik walau pertanyaan itu tidak bermutu dan tidak sesuai dengan yang diajarkannya.
- Menerima kebenaran yang diajukan dari anak didiknya.
- Menjadikan kebenaran sebagai acuan proses pendidikan walau kebenaran itu datang dari anak didik.
- Mencegah dan mengontrol anak-anak didik agar tidak mempelajari ilmu yang membahayakan (al-Baqarah: 195).
- Menanamkan sifat ikhlas pada, anak didik, serta terus-menerus mencari informasi guna, disampaikan pada anak didiknya yang akhimya mencapai tingkat taqorrub kepada Allah (al-Bayyinah: 5).
- Mencegah anak didik mempelajari ilmu fardlu kifayah sebelum mempelajari ilmu fardlu ‘ain.
- Mengaktualisasikan informasi yang akan diajarkan pada, anak didik (al-Baqarah: 44, al-Shaaf: 2-3).
Sedangkan Al-Abrasyi dengan menggunakan bahasa yang berbeda menentukan kode etik guru dalam pendidikan Islam. Ia menyebutkan kode etik tersebut sebagai berikut:
- Mempunyai watak kebapakan sebelum menjadi pendidik, sehingga ia menyayangi anak didik seperti menyayangi anaknya sendiri.
- Adanya komunikasi yang aktif antara pendidik dengan anak didik. Pola komunikasi ini dapat terjadi dalam proses belajar maupun diluar kegiatan tersebut.
- Memperhatikan kemampuan dan kondisi anak didik. Pemberian materi pelajaran harus diukur dengan kadar kemampuannya.
- Mengetahui kepentingan bersama, tidak terfokus pada sebagian peserta didik, misalnya hanya memprioritaskan anak yang memiliki IQ tinggi.
- Mempunyai sifat keadilan, kesucian dan kesempurnaan.
- Ikhlas dalam menjalankan aktivitasnya, tidak menuntut hal yang berada di luar kewajibanya.
- Dalam memberikan pengajaran supaya menghubungkan dengan materi yang lain (integrated kurikulum).
- Memberikan bekal anak didik dengan bekal ilmu yang mengacu pada masa depan, karena ia (murid) itu tercipta berbeda dengan jaman yang dialami oleh pendidiknya.
- Sehat jasmani dan rohani serta mempunyai kepribadian yang kuat, tanggug jawab, dan mampu mengatasi problem peserta didik, serta mempunyai rencana matang terhadap apa yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Imam Al-Ghazali mengemukakan ada delapan hal yang harus dipatuhi oleh seseorang yang mempunyai profesi sebagai guru atau pendidik. Hal ini sebagai kode etik guru yang harus dipatuhi di dalam menjalankan profesinya sebagai seorang guru:
- Menyayangi peserta didik bahkan memperlakukan mereka seperti perlakuan dan kasih sayang guru terhadap anaknya sendiri.
- Guru dalam menjalankan profesinya hendaknya tidak hanya mengejar mencari upah semata atau mengharapkan penghargaan dan tanda jasa. Akan tetapi, mengajar atau mendidik dengan mengharap pula idha dari Allah guna pendekatan diri pada-Nya (taqarrub).
- Guru hendaknya memberikan nasehat atau pertimbangan kepada anak didiknya tentang ilmu, manfaatnya dan tujuan dalam mempelajari ilmu pengetahuan dengan niat yang benar yaitu dalam rangka untuk mencari ridha Allah.
- Mencegah peserta didik agar tidak jatuh pada sifat-sifat yang tercela dengan cara yang bijak dalam mengingatkan, menghukum atau memberi sangsi. Jangan dilakukan dengan kasar dan cemoohan, melainkan dengan persuasif dan kasih sayang.
- Keahlian seorang guru sebagai spesialisasi keilmuan yang dimiliki jangan digunakan untuk memandang remeh disipin ilmu yang lain, karena hal ini merupakan akhlak yang tercela bagi seorang guru. Misalnya seorang guru yang ahli dibidang ilmu kimia tidak pantas menganggap remeh bidang ilmu fiqih atau yang lainnya.
- Guru di dalam menyampaikan materi pengajarannya hendaknya menyesuaikan diri dengan tingkat kemampuan pemahaman yang dimiliki anak didiknya. Yang menjadi ukuran jangan kemampuan guru melainkan kemampuan anak didik.
- Terhadap anak didik janganlah menakut-nakuti bahwa materi yang akan datang jauh lebih sulit dibandingkan dengan materi yang sekarang. Hal ini akan menciptakan sikap apatis anak didik terhadap guru. Sampaikanlah materi kepada anak didik dengan jelas, kongkrit, dan mudah dipahami.
- Guru mau mengamalkan ilmunya, sehingga menyatu antara apa yang dikatakan dengan apa yang dikerjakan. Artinya guru memberi contoh dengan keteladanan pada muridnya. Hal ini penting karena ilmu hanya diketahui dengan mata hati (bashair), sedangkan perbuatan diketahui dengan mata kepala (abshar). Anak didik lebih banyak tahu abshar dibandingkan bashair.
Setelah menyimak uraian teoritis tentang konsep guru dari beberapa pendapat para ahli pendidikan sebagaimana yang telah dikemukakan diatas, penulis dapat mengemukakan pendapat bahwa profesi guru ternyata membutuhkan banyak kemampuan dan ketrampilan yang harus dimiliki. Baik yang bersifat ilmu pengetahuan ataupun sikap-sikap dan kepribadian yang terdapat dalam diri sang pendidik. Tidak dengan serta merta mereka yang mempunyai pengetahuan banyak, menguasai materi sebagai bahan ajar dapat begitu saja menjadi seorang guru. Apalagi untuk profesi guru pada saat sekarang ini semakin dituntut untuk bersikap profesional dalam menjalankan tugasnya. Terlebih lagi bila dikaitkan dengan sikap keteladanan seorang guru sebagai panutan bagi anak didik. Maka akan lebih sulit lagi menemukan seorang guru yang memiliki segenap kesempurnaan yang diidealkan oleh pakar pendidikan. Meskipun demikian, setidaknya dari sekian banyak kriteria yang harus dipenuhi oleh guru masih ada aspek-aspek pokok sebagai kriteria dasar yang minimal harus dimiliki oleh guru. Dan pendapat Al-Ghazali yang telah banyak memberikan perhatiannya terhadap pendidikan sehingga mengajukan kriteria seorang untuk dapat menjadi guru dengan mengemukakan pendapat-pendapatnya sebagaimana diatas, dengan mengajukan syarat-syarat, tugas guru dan kode etik bagi guru sudah sepantasnya untuk dicermati dan menjadi pedoman bagi guru dalam menjalankan profesinya.
Demikianlah kajian teoritik tentang guru dalam pendidikan Islam yang dapat diuraikan pada bab II ini, kemudian pembahasan lebih lanjut diuraikan tentang bagaimana konsep profesionalisme guru dalam pendidikan.
Demikianlah kajian teoritik tentang guru dalam pendidikan Islam yang dapat diuraikan pada bab II ini, kemudian pembahasan lebih lanjut diuraikan tentang bagaimana konsep profesionalisme guru dalam pendidikan.
Kutipan dari Buku “Profesionalisme Guru Menurut Al-Qur’an, Hadis, dan Ahli Pendidikan Islam“, Karya Mursidin, S.Ag, M.Ag.
Dimana beli buku nya
BalasHapus